A.
PENGERTIAN KERANGKA KONSEP
Konsep
adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai
untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Dalam kenyataannya, konsep
dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda. Semakin dekat suatu konsep
pada realita, maka semakin mudah pula konsep tersebut diukur dan diartikan.
Misalnya :
Konsep ilmu alam lebih jelas
dan konkrit, karena dapat diketahui dengan panca indera. Sebaliknya, banyak
konsep ilmu-ilmu sosial menggambarkan fenomena sosial yang bersifat abstrak dan
tidak dapat segera dimengerti. Seperti konsep tentang tingkah laku, kecemasan,
kenakalan remaja, dsb. Oleh karena itu perlu kejelasan konsep yang dipakai
dalam penelitian.
Contoh :
Ekonomi keluarga adalah suatu
konsep, untuk dapat mengukur konsep ekonomi keluarga dapat melalui variable
pendapatan atau pengeluaran keluarga. Status sosial misalnya, dapat diamati
dari variable pekerjan dsb.
Konsep merupakan
suatu kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atas persoalan yang pelu
dirumuskan. Dalam merumuskannya, peneliti harus dapat menjelaskan sesuai dengan
maksud peneliti memakai konsep tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus
konsisten dalam memakainya.
Dari uraian
pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa pengertian dan
peranan dari kerangka konsep dalam suatu penelitian sebagai berikut.
1. Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep-konsep atau variable-variable yang akan diamati atau
diukur melalui penelitian yang akan dilaksanakan.
2. Kerangka konsep merupakan model konseptual
yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau
menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah.
Sehingga kerangka konsep akan membahas saling ketergantungan antar variable
yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal-hal yang
diteliti. Penyusunan kerangka konsep akan membantu kita untuk membuat
hipotesis, menguji hubungan tertentu dan membantu peneliti dalam menghubungkan
hasil penemuan dengan teori yang hanya dapat diamati dan diukur melalui
variable. Oleh karena itu, dalam menyusun sebuah kerangka konsep, peneliti
hendaknya memahami variable konsep yang hendak diukur.
3. Kerangka konsep juga berperan untuk
mengidentifikasi jaringan hubungan antar variable yang dianggap penting bagi
masalah yang sedang diteliti. Dengan demikian, sangatlah penting untuk memahami
apa arti variable dan apa saja jenis variable yang ada yang berkaitan dengan
konsep dari masalah yang diteliti tersebut.
B.
HIPOTESIS
1.
Definisi Hipotesis
Menurut
Wikipedia hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Secara
umum hipotesa atau hipotesis merupakan dugaan/anggapan yang diungkap
berdasarkan teori-teori yang dipelajari untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dugaan/anggapan awal sering disebut hipotesis nol atau hipotesis awal.
Sedangkan dugaan/anggapan yang diperlukan untuk menyanggah dugaan awal disebut
hipotesis alternatif. Kebenaran dari suatu hipotesis masih perlu diuji melalui
beberapa pengujian. Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam penelitian mampu
untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis.
Namun
secara bahasa, hipotesis berasal dari bahasa Yunani dimana kata “hypo” yang
artinya di bawah, dan “thesis” yang artinya pendirian, pendapat yang
ditegakkan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan mengenai definisi
hipotesis secara bahasa adalah suatu pernyataan ilmiah yang digunakan dalam
rangka kegiatan ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian dimana
kebenarannya masih belum terbukti atau dikatakan masih perlu diuji
kebenarannya. Pengertian hipotesis menurut beberapa ahli yaitu Sutrisno Hadi
adalah tentang pemecahan masalah dimana seringkali peneliti tidak dapat
memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan
diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
tiap-tiap segi, dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.
2.
Kegunaan Hipotesis
Dalam
menyusun suatu hipotesis seorang peneliti akan menentukan arah dan tujuan dari
penelitian yang dilakukan, namun perlu dibahas juga mengenai kegunaan hipotesis
itu sendiri. Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah,
khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat beberapa alasan utama yang mendukung
pandangan ini :
a. Hipotesis memberikan suatu
pernyataan hubungan antarvariabel yang diteliti dimana langsung dapat diuji
dalam penelitian.
b. Hipotesis memberikan arah dan
tujuan dalam penelitian.
c. Hipotesis dapat dikatakan sebagai
piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan
untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti.
d. Untuk mengetahui apakah memang
secara signifikan terdapat perbedaan atau pengaruh antara variabel-variabel
yang diteliti.
e. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penelitian. Akan
sangat memudahkan peneliti jika mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan
menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis tersebut.
f. Hipotesis merupakan tujuan
khusus yang dapat menguji suatu teori. Dengan demikian hipotesis juga
menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut.
Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada para peneliti apa yang
harus dilakukan. Fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang ada
hubungannnya dengan pertanyaan tertentu.
g. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta
memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang. Untuk dapat sampai pada
pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, peneliti harus
melangkah lebih jauh daripada sekedar mengumpukan fakta yang berserakan, untuk
mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada diantara fakta-fakta tersebut.
Antar hubungan dan generalisasi ini akan memberikan gambaran pola, yang penting
untuk memahami persoalan. Pola semacam ini tidaklah menjadi jelas selama
pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang telah terencana dengan
baik akan memberikan arah dan mengemukakan penjelasan. Karena hipotesis
tersebut dapat diuji dan divalidasi (pengujian kesahiannya) melalui
penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat membantu kita untuk memperluas
pengetahuan.
3.
Karakteristik Hipotesis
Suatu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan
benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan atau membiaskan hasil
penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika
hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian,
melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus
memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni :
a. Hipotesis diturunkan dari
suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan
sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
b. Hipotesis harus dinyatakan
secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk menguji satu
hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui
secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
c. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk
hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara
jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang
mempunyai makna.
d. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di
dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
e. Hipotesis harus dapat diuji.
Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang
valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya
sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak
ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab
itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik
metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
f. Hipotesis harus spesifik.
Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti
harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus
memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan
bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat
positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang
diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang
diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi
penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena
dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
g. Hipotesis harus menyatakan
perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah
salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
4. Macam-macam Hipotesis
Menurut bentuknya, hipotesis
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Hipotesis penelitian/hipotesis kerja
Hipotesis
penelitian/kerja: Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar peneliti
terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini peneliti
mengaggap benar hipotesisnya yang kemudian akan dibuktikan secara empiris
melalui pengujian hipotesis dengan mempergunakan data yang diperolehnya selama
melakukan penelitian.
b. Hipotesis operasional
Hipotesis
operasional merupakan hipotesis yang bersifat obyektif. Artinya peneliti merumuskan
hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya, tetapi juga
berdasarkan obyektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum tentu
benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu peneliti
memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat obyektif dan netral atau secara
teknis disebut Hipotesis nol (H0).
H0
digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian karena
peneliti meyakini dalam pengujian nanti benar atau salahnya hipotesis
penelitian tergantung dari bukti-bukti yang diperolehnya selama melakukan
penelitian.
c. Hipotesis statistik
Hipotesis
statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk notasi
statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap
populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif).
Misalnya: H0: r =
0; atau H0: p = 0
5.
Tahap-tahap Pembentukan Hipotesis Secara
Umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai
berikut:
a. Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah
kekayaan pengetahuan
ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat
tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang
sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah
mendapat bentuk perumusan masalah.
b. Hipotesis pendahuluan atau
hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan atau
anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan
tidak akan terarah. Fakta
yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah
yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit dalam penelitian,
hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba
sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
c. Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah,
di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta
yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
d. Formulasi hipotesa
Pembentukan
hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di
antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot
yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah
apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya
bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang
dikenal dengan hukum gravitasi.
e. Pengujian hipotesa
Artinya,
mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati
dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi
(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi (penyalahan)
terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh
fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering
mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
f. Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa
itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan
(dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus
terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan
dengan fakta.
6.
Hubungan Hipotesis dan Teori
Hipotesis ini merupakan suatu
jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah
dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis
menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel
yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan
dalam kerangka teoritis.
Hipotesis ini diturunkan atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel,
sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, hanya merupakan dugaan sementara atas
suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam
kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian.
Sebab, teori
yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai
jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian.
Dalam penelitian kuantitatif peneliti
menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis
yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan
sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan
sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang
dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu
menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret
yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi
yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati
adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti
inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan
pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat
abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan
hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis
menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan
dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data
yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu,
hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang
dapat diuji (statement of theory in
testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai
pernyataan tentatif tentang realitas (tentative
statements about reality).
Oleh karena teori berhubungan
dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka
teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi
yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk
menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang
reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam
menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan
antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori
yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis
adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu
hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut
hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih
sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif),
kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.
7.
Macam-macam Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan atas analisa
data, baik dari percobaan yang terkontrol maupun dari observasi. Dalam
statistika sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara
statistik jika kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor
yang kebetulan, sesuai dengan batas probabilitas
yang sudah ditentukan sebelumnya. Uji hipotesis kadang disebut juga
"konfirmasi analisa data". Keputusan dari uji hipotesis hampir selalu
dibuat berdasarkan pengujian hipotesis nol. Ini adalah
pengujian untuk menjawab pertanyaan yang mengasumsikan hipotesis nol adalah
benar. Berikut ini adalah macam-macam pengujian hipotesis.
a. Berdasarkan Jenis Parameternya
1) Pengujian hipotesis tentang rata-rata (Uji
2 sampel berpasangan)
2) Pengujian hipotesis tentang proporsi
3) Pengujian hipotesis tentang varians
(ANOVA)
b. Berdasarkan Jumlah Sampelnya
1) Pengujian sampel besar (n > 30)
2) Pengujian sampel kecil (n ≤ 30)
c. Berdasarkan Jenis Distribusinya
1) Pengujian hipotesis dengan distribusi Z
2) Pengujian hipotesis dengan distribusi t
(t-student)
3) Pengujian hipotesis dengan distribusi χ2
(chi-square)
4) Pengujian hipotesis dengan distrbusi F
(F-ratio)
d. Berdasarkan Arah atau Bentuk Formulasi
Hipotesisnya
1) Pengujian hipotesis dua pihak (two tail
test)
2) Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi
kiri
3) Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi
kanan
C.
DEFINISI OPERASIONAL
Dalam
penelitian perlu memberi definisi, sehingga peneliti dan pembaca tidak
mengaitkan pikiranya dengan hal lain. Tipe-tipe definisi :
1. Definisi konsepsi (definisi konstitutif),
adalah definisi yang diperoleh dari kamus. Adalah definisi akademik dan
mengandung pengertian yang universal untuk suatu kata
atau kelompok kata. Definisi ini biasanya bersifat abstrak dan formal.
2. Definisi operasional (definisi
fungsional). Kerlinger memberikan dua bentuk definisi operasional, yaitu
definisi operasional yang dapat diukur dan definisi operasional eksperimental.
Definisi operasional yang dapat diukur menyatakan suatu konsep yang dapat
diukur dalam penyelidikan. Definisi operasional eksperimental peneliti menguraikan
secara rinci variabel-variabel yang diteliti.
Definisi operasional adalah mendefenisikan suatu variabel
yang akan diamati dalam proses dengan mana variabel itu akan diukur (L.N. Jewel
dan Marc Siegal, 1998).
Defenisi operasional tak lain dari pada mengubah konsep-konsep
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati, dan dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain
(Young dalam Mely G. Tan dalam Koentrjaraningrat, 1991).
Definisi
operasional adalah seperangkat instruksi yang lengkap untuk menetapkan apa yang
akan diukur dan bagaimana cara mengukur variable.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun definisi operasional sebuah variabel adalah:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun definisi operasional sebuah variabel adalah:
1. Nama variabel
2. Definisi verbal variabel
3. Parameter
4. Alat ukur (instrumen)
5. Skala
6. Kriteria
Agar
variabel dapat diamati dan diukur, maka setiap konsep yang ada dalam
permasalahan atau yang ada dalam hipotesis harus disusun Definisi Operasional.
Definisi operasional dari variabel sangat diperlukan terutama untuk menentukan alat atau instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data.
Definisi operasional dari variabel sangat diperlukan terutama untuk menentukan alat atau instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data.
Definisi
operasional tidak boleh mempunyai makna yang berbeda dengan definisi nominal.
Oleh karena itu sebelum menyusun defenisi operasional, peneliti harus membuat
definisi nominal terlebih dahulu atau menentukan variabel penelitiannya.
Definisi nominal dari variabel penelitian seharusnya secara eksplisit telah
dinyatakan dalam kerangka pemikiran. Definisi nominal dapat diangkat dari
berbagai pendapat para ahli yang memang banyak membicarakan, menulis tentang
variabel yang ditelitinya.
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas
sifat-sifat variabel yang diamati. Definisi operasional mencakup hal-hal
penting dalam penelitian yang memerlukan penjelasan. Definisi operasional
bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan karakteristik
variabel-variabel penelitian dan hal-hal yang dianggap penting. Definisi
operasional tidak sama dengan definisi teoritis. Definisi operasional hanya
berlaku pada area penelitian yang sedang dilakukan, sedangkan definisi teoritis
diambil dari buku-buku literatur dan berlaku umum.
Definisi operasional ialah spesifikasi kegiatan peneliti
dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Definisi operasional memberi
batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh
peneliti untuk mengukur variabel tersebut. Yang dimaksud dengan definisi
operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat
diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang
lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat). Penekanan pengertian definisi
operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”. Apabila seorang peneliti
melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain
juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan
oleh peneliti pertama.
Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut Tipe
A, Tipe B dan Tipe C.
1.
Definisi Operasional Tipe A
Definisi
operasional Tipe A dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan,
sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau
dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat
gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang
dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana
masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama, tetapi hanya satu orang
yang akan dapat mencapainya.
2.
Definisi Operasional Tipe B
Definisi
operasional Tipe B dapat disusun didasarkan pada bagaimana obyek tertentu yang
didefinisikan dapat dioperasionalisasikan, yaitu berupa apa yang dilakukannya
atau apa yang menyusun karaktersitik-karakteristik dinamisnya. Contoh: “Orang
pandai” dapat didefinisikan sebagai seorang yang mendapatkan nilai-nilai tinggi
di sekolahnya.
3.
Definisi Operasional Tipe C
Definisi
operasional Tipe C dapat disusun didasarkan pada penampakan seperti apa obyek
atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun karakteristik-karakteristik
statisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai orang yang
mempunyai ingatan kuat, menguasai beberapa bahasa asing, kemampuan berpikir
baik, sistematis dan mempunyai kemampuan menghitung secara cepat (Jonathan
Sarwono, 2002).
0 komentar:
Posting Komentar