Jumat, 20 Februari 2015

Asuhan Emergency Kebidanan

   A.  DEFINISI KEGAWATDARURATAN
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncanakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya. Membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, puerperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.


   B.     KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Macam-macam kegawatdaruratan obstetri adalah sebagai berikut.
1.      Abortus
a.       Definisi Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat pervaginam, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.
b.      Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya sebagai berikut.
1)      Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain kelainan kromosom/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna, dan pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol, dan infeksi virus.
2)      Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3)      Faktor ibu seperti penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru-paru, tifus, anemia berat, keracunan, dan infeksi virus toxoplasma.
4)      Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
c.       Klasifikasi
Abortus pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
1)      Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2)      Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3)      Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4)      Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan pervaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)      Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6)      Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.
7)      Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
8)      Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya ke dalam sirkulasi sistemik ibu.
d.      Penanganan Abortus
1)      Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin, dan mineral.
2)      Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
3)      Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4)      Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5)      Missed Abortion
Dilakukan kuretase, harus hati-hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
6)      Abortus Habitualis
Transfusi leukosit/Heparin.
7)      Abortus Infeksius-Abortus Septik
Infus; Kp Transfusi, Anti Biotika Spektrum Luas, Kultur – Sensitivity Test, bila keadaan sudah layak Kuret. Jika Tetanus:
a)      Inj. ATS
b)      Irigasi H2O2
c)      Histerektomi
e.       Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus yang demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.

2.      Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
a.       Definisi
Mola Hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
b.      Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola antara lain:
1)      Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2)      Imunoselektif dari trofoblast
3)      Keadaan sosioekonomi yang rendah
4)      Paritas tinggi
5)      Kekurangan protein
6)      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
c.       Klasifikasi
1)      Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter, dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologik ditandai oleh adanya antara lain:
a)      Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
b)      Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c)      Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d)     Tidak adanya janin dan amnion
2)      Mola Hidatidosa Parsial
Terjadi apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni perdarahan pervaginam dan hilangnya denyut jantung janin. Pada mola parsial jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada.
d.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala:
1)      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
2)      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
e.       Manifestasi Klinis
1)      Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2)      Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3)      Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.
4)      Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5)      Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6)      Preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24.
7)      Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti.
8)      Gejala Tirotoksikosis
f.       Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG, dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yaitu:
1)      Perdarahan pervaginam
Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan pervaginam. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
2)      Hiperemesis
Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
3)      Hipertiroid
Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor, dan kulit yang hangat.

3.      Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.       Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri.
b.      Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
c.       Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitif terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1)      Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas
2)      Abdomen tegang
3)      Mual
4)      Nyeri bahu
5)      Membran mukosa anemis
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.      Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan pervaginam tidak teratur (tidak selalu).
e.       Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET):
1)      Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2)      Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3)      Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
f.       Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4.      Plasenta Previa
a.       Definisi
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
b.      Etiologi
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar. Karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa:
1)      Perdarahan tanpa nyeri
2)      Perdarahan berulang
3)      Warna perdarahan merah segar
4)      Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5)      Timbulnya perlahan-lahan
6)      Waktu terjadinya saat hamil
7)      His biasanya tidak ada
8)      Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9)      Denyut jantung janin ada
10)  Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11)  Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12)  Presentasi mungkin abnormal
c.       Diagnosis
1)      Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2)      Pemeriksaan Luar
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)      Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4)      Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan melalui radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Penentuan letak plasenta dengan ultrasonagrafi ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)      Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium, bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
d.      Klasifikasi
1)      Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
2)      Plasenta Previa Parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
3)      Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4)      Plasenta Letak Rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
e.       Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.

5.      Solusio (Abrupsio) Plasenta
a.       Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
b.      Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, antara lain:
1)      Penyakit hipertensi menahun
2)      Preeklampsia
3)      Tali pusat yang pendek
4)      Trauma
5)      Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah atau kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir)
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari:
1)      Umur lanjut
2)      Multiparitas
3)      Ketuban pecah sebelum waktunya
4)      Defisiensi asam folat
5)      Merokok, alkohol, kokain
6)      Mioma uteri
c.       Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam:
1)      Solusio plasenta ringan
2)      Solusio plasenta sedang
3)      Solusio plasenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya plasenta. Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio plasenta dengan perdarahan keluar/tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
d.      Gejala Klinis
1)      Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2)      Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
3)      Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga uterus teregang (uterus en bois)
4)      Palpasi sukar karena rahim keras
5)      Fundus uteri makin lama makin naik
6)      Bunyi jantung biasanya tidak ada
7)      Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah)
8)      Sering ada proteinuri karena disertai preeklampsia
e.       Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
f.       Penanganan Solusio Plasenta
1)      Solusio Plasenta Ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2)      Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 IU dalam 500 cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

6.      Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta
1)      Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)      Kelainan dari plasenta dan sifat perlekatan plasenta pada uterus.
3)      Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b.      Sebab-sebab Terjadinya Retensio Plasenta
1)      Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c)      Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d)     Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)      Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
c.       Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1)      Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2)      Drips oksitosin (oxytocin drips) 10 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3)      Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4)      Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc; retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir; setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir; serta tali pusat putus.
5)      Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6)      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7)      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
d.      Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

7.      Pre-eklamsia
a.       Pengertian Pre-eklamsia
Pre-eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre-eklamasia diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah >140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b.      Penyebab Pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
c.       Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan:
1)      Pre-eklamsia ringan:
a)      Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmHg.
b)      Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
c)      Protein urin positif 1, oedema umum, kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan BB >1 kg/mgg.
2)      Pre-eklampsia berat :
a)      Tekanan diastolik >110 mmHg, protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L).
b)     Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat oedema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
d.      Gangguan Klinis Pre-eklamsia
1)      Sakit kepala terutama daerah frontal
2)      Rasa nyeri daerah epigastrium
3)      Gangguan penglihatan
4)      Terdapat mual samapi muntah
5)      Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)      Gangguan kesadaran
e.       Diagnosa Pre-eklamsia
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dulu.
f.       Pencegahan Pre-eklamsia
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia.
g.      Penanganan Pre-eklamsia
1)      Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90 – 100 mmHg.
2)      Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
3)      Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
4)      Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
5)      Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/8 jam dan pantau kemungkinan oedema paru.
6)      Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7)      Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
8)      Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
9)      Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada oedema paru).
10)  Nilai pembekuan darah, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati).

8.      HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a.       Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau Hemorrhagic Post Partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
b.      Penyebab HPP
1)      Atonia Uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2)      Retensio Plasenta
Plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
3)      Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
c.       Klasifikasi HPP
1)      Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2)      Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
d.      Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e.       Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Yaitu apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi, ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post partum:
1)      Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2)      Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3)      Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
4)      Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5)      Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6)      Atasi syok
7)      Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8)      Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9)      Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10)  Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11)  Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

0 komentar:

Posting Komentar

Jumat, 20 Februari 2015

Asuhan Emergency Kebidanan

Diposting oleh Unknown di 20.49
   A.  DEFINISI KEGAWATDARURATAN
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncanakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya. Membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, puerperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.


   B.     KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Macam-macam kegawatdaruratan obstetri adalah sebagai berikut.
1.      Abortus
a.       Definisi Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat pervaginam, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.
b.      Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya sebagai berikut.
1)      Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain kelainan kromosom/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna, dan pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol, dan infeksi virus.
2)      Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3)      Faktor ibu seperti penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru-paru, tifus, anemia berat, keracunan, dan infeksi virus toxoplasma.
4)      Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
c.       Klasifikasi
Abortus pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
1)      Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2)      Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3)      Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4)      Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan pervaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)      Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6)      Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.
7)      Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
8)      Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya ke dalam sirkulasi sistemik ibu.
d.      Penanganan Abortus
1)      Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin, dan mineral.
2)      Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
3)      Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4)      Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5)      Missed Abortion
Dilakukan kuretase, harus hati-hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
6)      Abortus Habitualis
Transfusi leukosit/Heparin.
7)      Abortus Infeksius-Abortus Septik
Infus; Kp Transfusi, Anti Biotika Spektrum Luas, Kultur – Sensitivity Test, bila keadaan sudah layak Kuret. Jika Tetanus:
a)      Inj. ATS
b)      Irigasi H2O2
c)      Histerektomi
e.       Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus yang demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.

2.      Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
a.       Definisi
Mola Hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
b.      Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola antara lain:
1)      Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2)      Imunoselektif dari trofoblast
3)      Keadaan sosioekonomi yang rendah
4)      Paritas tinggi
5)      Kekurangan protein
6)      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
c.       Klasifikasi
1)      Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter, dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologik ditandai oleh adanya antara lain:
a)      Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
b)      Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c)      Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d)     Tidak adanya janin dan amnion
2)      Mola Hidatidosa Parsial
Terjadi apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni perdarahan pervaginam dan hilangnya denyut jantung janin. Pada mola parsial jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada.
d.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala:
1)      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
2)      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
e.       Manifestasi Klinis
1)      Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2)      Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3)      Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.
4)      Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5)      Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6)      Preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24.
7)      Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti.
8)      Gejala Tirotoksikosis
f.       Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG, dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yaitu:
1)      Perdarahan pervaginam
Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan pervaginam. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
2)      Hiperemesis
Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
3)      Hipertiroid
Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor, dan kulit yang hangat.

3.      Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.       Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri.
b.      Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
c.       Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitif terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1)      Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas
2)      Abdomen tegang
3)      Mual
4)      Nyeri bahu
5)      Membran mukosa anemis
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.      Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan pervaginam tidak teratur (tidak selalu).
e.       Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET):
1)      Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2)      Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3)      Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
f.       Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4.      Plasenta Previa
a.       Definisi
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
b.      Etiologi
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar. Karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa:
1)      Perdarahan tanpa nyeri
2)      Perdarahan berulang
3)      Warna perdarahan merah segar
4)      Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5)      Timbulnya perlahan-lahan
6)      Waktu terjadinya saat hamil
7)      His biasanya tidak ada
8)      Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9)      Denyut jantung janin ada
10)  Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11)  Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12)  Presentasi mungkin abnormal
c.       Diagnosis
1)      Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2)      Pemeriksaan Luar
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)      Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4)      Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan melalui radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Penentuan letak plasenta dengan ultrasonagrafi ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)      Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium, bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
d.      Klasifikasi
1)      Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
2)      Plasenta Previa Parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
3)      Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4)      Plasenta Letak Rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
e.       Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.

5.      Solusio (Abrupsio) Plasenta
a.       Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
b.      Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, antara lain:
1)      Penyakit hipertensi menahun
2)      Preeklampsia
3)      Tali pusat yang pendek
4)      Trauma
5)      Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah atau kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir)
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari:
1)      Umur lanjut
2)      Multiparitas
3)      Ketuban pecah sebelum waktunya
4)      Defisiensi asam folat
5)      Merokok, alkohol, kokain
6)      Mioma uteri
c.       Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam:
1)      Solusio plasenta ringan
2)      Solusio plasenta sedang
3)      Solusio plasenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya plasenta. Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio plasenta dengan perdarahan keluar/tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
d.      Gejala Klinis
1)      Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2)      Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
3)      Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga uterus teregang (uterus en bois)
4)      Palpasi sukar karena rahim keras
5)      Fundus uteri makin lama makin naik
6)      Bunyi jantung biasanya tidak ada
7)      Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah)
8)      Sering ada proteinuri karena disertai preeklampsia
e.       Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
f.       Penanganan Solusio Plasenta
1)      Solusio Plasenta Ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2)      Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 IU dalam 500 cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

6.      Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta
1)      Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)      Kelainan dari plasenta dan sifat perlekatan plasenta pada uterus.
3)      Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b.      Sebab-sebab Terjadinya Retensio Plasenta
1)      Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c)      Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d)     Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)      Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
c.       Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1)      Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2)      Drips oksitosin (oxytocin drips) 10 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3)      Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4)      Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc; retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir; setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir; serta tali pusat putus.
5)      Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6)      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7)      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
d.      Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

7.      Pre-eklamsia
a.       Pengertian Pre-eklamsia
Pre-eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre-eklamasia diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah >140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b.      Penyebab Pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
c.       Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan:
1)      Pre-eklamsia ringan:
a)      Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmHg.
b)      Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
c)      Protein urin positif 1, oedema umum, kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan BB >1 kg/mgg.
2)      Pre-eklampsia berat :
a)      Tekanan diastolik >110 mmHg, protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L).
b)     Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat oedema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
d.      Gangguan Klinis Pre-eklamsia
1)      Sakit kepala terutama daerah frontal
2)      Rasa nyeri daerah epigastrium
3)      Gangguan penglihatan
4)      Terdapat mual samapi muntah
5)      Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)      Gangguan kesadaran
e.       Diagnosa Pre-eklamsia
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dulu.
f.       Pencegahan Pre-eklamsia
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia.
g.      Penanganan Pre-eklamsia
1)      Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90 – 100 mmHg.
2)      Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
3)      Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
4)      Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
5)      Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/8 jam dan pantau kemungkinan oedema paru.
6)      Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7)      Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
8)      Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
9)      Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada oedema paru).
10)  Nilai pembekuan darah, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati).

8.      HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a.       Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau Hemorrhagic Post Partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
b.      Penyebab HPP
1)      Atonia Uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2)      Retensio Plasenta
Plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
3)      Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
c.       Klasifikasi HPP
1)      Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2)      Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
d.      Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e.       Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Yaitu apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi, ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post partum:
1)      Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2)      Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3)      Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
4)      Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5)      Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6)      Atasi syok
7)      Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8)      Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9)      Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10)  Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11)  Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

0 komentar on "Asuhan Emergency Kebidanan"

Posting Komentar